Ironi
Sosok Tamin dalam Novel
Toha
Mohtar “Pulang”
Oleh Herlini
Melianasari
Judul
: PULANG
A. Unsur Ekstrinsik
Novel
Pulang adalah salah satu karya Toha Mohtar yang tumbuh dan berkembang pada
angkatan’50. Seorang Toha dikenal dengan sastrawan cerita anak, sejak kecil
Toha sudah gemar menulis dan juga menaruh perhatian pada seni lukis. Pengarang
yang di tahun 1971 bersama Julius R. Siyaranamual dan Asmara Nababan mendirikan
majalah Kawanku telah melahirkan sejumlah novel, sekedar menyebutkan beberapa
novel karyanya yaitu: Pulang (1958) yang mendapatkan Hadiah Sastra Indonesia BMKN
1957/1958, Daerah Tak Bertuan (1963) memperoleh Hadiah
Sastra Yayasan Yamin tahun 1964, Kabut Rendah (1968), Bukan Karena Aku (1969),
Jayamada (bersama Soekanto S.A., 1971) serta Antara Wilis dan Gunung Kelud (1989).
Meskipun pendidikannya tidak terlalu tinggi hanya SMA di kota Kediri
(hingga kelas dua, 1947) dan pernah tercatat sebagai murid di Artist People University di Madiun,
tetapi Toha telah menorehkan karya-karya besar baik majalah untuk anak, cerita
untuk anak, bahkan novel-novel karya Toha Mohtar sudah diangkat untuk
difilmkan. Ia juga pernah menjadi redaktur di majalah Ria (1952-1953), guru
menggambar Taman Siswa (1953-1957), dan pemimpin redaksi atau penanggungjawab
majalah anak-anak Kawanku.
Uniknya di lingkungan sekitar sosok Toha lebih dikenal sebagai ilustrator
daripada seorang pengarang. Karena itu para redaktur yang menemuinya lebih
sering meminta Toha membuat gambar ilustrasi untuk cerita-cerita yang akan
dimuat daripada meminta tulisannya. Keistimewaan yang dimiliki Toha adalah: Ia
dengan murninya bisa mengikuti dan membawa kita untuk mengikuti gerak-gerik,
jalan pikiran orang yang dilukiskannya, perasaan orang yang paling halus dalam
menghadapi peristiwa-peristiwa yang mengharu kalbunya dalam harapan dan
cita-citanya. Kemurnian itu disebabkan karena Toha dapat menyatu dengan
tokoh-tokohnya, mengerti keinginan dan hasrat mereka dalam suka dan dukanya. Ia
adalah pengarang rakyat yang menyatu dengan rakyatnya dan mengukur mereka
dengan ukurannya sendiri. Karena itu tak ada nada ejek dan cemooh terhadap
rakyat sederhana yang dilukiskannya dan tidak pula Ia kasihan berlebih-lebihan.
Mengingat sastrawan
Indonesia dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan sosial-budaya yang
beragam, sehingga faktor-faktor sosial-budaya merupakan “bahan” yang kemudian
diolah sedemikian rupa bersama unsur-unsur lain guna mencapai nilai estetika
dari karya bersangkutan. Pemahaman itu memberi kemungkinan inspirasi bagi usaha
mengungkapkan apa yang menjadi bahan karya sastra tersebut. Dalam hal ini,
novel Pulang merupakan ekspresi dari pengalaman Toha ketika mengembara di
sepanjang kaki Wilis, Kelud dan Brantas di jaman revolusi. Pada masa itulah
Toha mendapat kesempatan untuk berkenalan secara mendalam dengan penderitaan
rakyat, maka dari latar belakang tersebut Toha Mohtar menciptakan novel Pulang
dengan corak realisme, mementingkan isi, dan
memperhatikan nilai estetis.
Berawali
dari bekal pengalamannya ketika mengembara di jaman revolusi tersebut oleh Toha
Mohtar dimanfaatkan untuk menciptakan karya novel yang berjudul Pulang. Sehingga terdapat nuansa semangat
membangun bangsa Indonesia diberbagai bidang dalam novel tersebut. Di jaman
inilah merupakan waktu bagi novel berjudul Pulang memulai jalan penciptaannya,
dimulai dari sebuah cerpen yang dimuat dalam majalah, dilanjut dengan
menjadikan novel yang berjudul Pulang yang sangat bagus sehingga mendapatkan
penghargaan/Hadiah Sastra Indonesia BMKN 1957/1958, hingga akhirnya mulai
mengembangkan sayap dengan menjadikan sebuah film dari alur cerita novel tersebut
yang disutradarai oleh Basuki Effendi dan disinetronkan disalah satu stasiun televisi yaitu TPI yang
dibintangi oleh Turino Djunaidi, kemudian diterbitkan di Malaysia serta
diterjemahkan ke berbagai bahasa asing di dunia.
B. Unsur Intrinsik
Suatu
karya sastra pastinya tidak terlepas dari unsur-unsur yang mendukung baik di
dalam maupun di luar yang membentuk sebuah karya sastra. Berdasarkan hal
tersebut, unsur yang menjadi subyek adalah teks, namun tidak semua teks dapat
disebut karya sastra. Definisi karya sastra berkaitan dengan waktu dan budaya
karena karya sastra adalah sebuah hasil dari kebudayaan. Pada penjelasan yang
sebelumnya sudah dipaparkan mengenai unsur ekstrinsik yang membangun novel
Pulang, selanjutnya mengenai unsur instrinsik dari novel Pulang, akan dipaparkan sebagai berikut:
Pertama, tema adalah gagasan sentral, yakni sesuatu yang hendak
diperjuangkan melalui sebuah karya sastra. Sehingga, berdasarkan hal tersebut
tema dari novel Pulang karya Toha Mohtar adalah kecintaan untuk membangun terhadap
tanah air tanpa pengkhianatan. Sebenarnya tema tidak sama dengan judul, hanya
akan mewakili dari isi secara keseluruhan yang akan disampaikan oleh penulis
pada para pembacanya.
Kedua, tokoh adalah orang-orang yang diceritakan dalam suatu karya
naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan adalah cara pengarang menggambarkan
atau menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya. Maka untuk novel Pulang tokoh
yang pertama bernama Tamin sebagai
tokoh utama ia memiliki karakter pembohong, penghianat karena menjadi Heiho
untuk memerangi bangsa sendiri, tetapi dibalik semua itu ia penyayang dan patuh
pada orang tuanya.
Ibu
: “Katakan, engkau tak akan pergi lagi, Tamin!”
Tamin : “Ya, aku tak
hendak pergi lagi, akan selalu disini, mak!”
(halaman 13).
Percakapan di atas
menunjukan bahwa Tamin patuh pada orang tuanya. Tokoh kedua yaitu Ibunda Tamin, sebagai sosok seorang ibu tidaklah
terlepas dari rasa kasih sayang dan lemah lembut. Ia selalu sabar dalam
menunggu kedatangan anaknya pulang, setia selalu pada keluarga. Seperti
percakapan ketika ibunya berkata
Ibu
:“Katakan, engkau tak akan pergi lagi, Tamin!” (halaman 13)
dengan mata yang sejuk itu menatap wajah anaknya
dengan penuh sayang.
Melalui percakapan
tersebut sudah dijelaskan bahwa Ibu Tamin memiliki sifat yang penyayang
terhadap anaknya Tamin. Yang dibuktikan ketika Ibu Tamin menatap dengan mata
yang sejuk dan penuh dengan saying tersebut. Tokoh yang ketiga, Bapak Tamin adalah seorang pemimpin keluarga yang
bijaksana, baik hati, setia dan penyayang terhadap keluarga yang dapat dilihat
dari percakapannya dengan Tamin:
Bapak : “akhirnya
engkau kembali jua, Tamin. Tuhan mengabulkan
doaku siang dan malam. Tak ada yang lebih besar
kuharapkan dalam hidup ini, kecuali kedatanganmu. “Apa
gerangan yang aku mimpikan semalam?” (halaman 9).
Percakapan di atas
dapat menunjukkan bahwa watak Bapak Tamin yang penuh dengan sifat penyayang.
Tokoh yang keempat yaitu Sumi adik
perempuan dari Tamin memiliki sifat penyayang, sopan santun pada orang tua, dan
baik hati. Tokoh yang kelima yaitu
Mbok Min seorang dukun bayi yang baik hati, suka bercanda terlihat ketika ia
berbincang dengan Tamin:
Mbok Min: “Engkau
sudah kawin? Oh, jika belum perawan-
perawan desa ini berpacu merebut engkau!”
(halaman 20) kata Mbok Min, dan Tamin tertawa
karenanya.
Tokoh keenam yaitu Pak
Banji yang memiliki sifat periang, baik hati, agak keras, dan ramah terhadap
siapapun. Dan tokoh yang ketujuh yaitu Isah memiliki sifat cantik, lemah
lembut, sopan terhadap orang tua, suka menolong orang lain.
Ketiga, latar adalah segala penggambaran mengenai waktu, ruang atau
tempat, situasi, dan suasana yang ada dalam karya sastra tersebut. Latar
dalam cerita Novel Pulang mengambil tempat-tempat tertentu untuk membentuk
karakteristik dan lakon cerita ini seperti di ruang tamu, dapur, kebun, pasar
dan lain-lain. Sebagian besar di sepanjang kaki Wilis, Kelud dan Brantas.
Keempat, gaya bahasa adalah
bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan
memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan
benda atau hal lain yang lebih umum. Gaya bahasa yang digunakan yaitu
personifikasi dimana jenis majas yang meletakan sifat-sifat insani kepada
barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak, misalnya suara air bertambah
keras memanggil-manggil, matahari telah menyembunyikan diri seluruhnya di balik
gunung Wilis, tinggal cahayanya yang bertambah lemah menembus langit dan
memberikan ciuman terakhir pada mendung yang berarak-arak di atas kepala,
turunnya senja kala itu disambut oleh kesepian; burung-burung yang pulang
sarang malas berkicau. Sebagian besar menggunakan idiom-idiom, sehingga kurang
dapat dipahami dalam bahasa Indonesia sesuai EYD.
Kelima, sudut pandang adalah bagaimana cara si pengarang bercerita atau
memposisikan diri di dalam suatu alur cerita karya sastra. Dalam novel ini
posisi pengarang terlibat langsung atau ada dalam cerita, dan menjadi tokoh
utama dalam cerita tersebut. Maka dari itu, dapat dikatakan untuk sudut pandang
yang digunakan pada novel berjudul Pulang ini adalah sudut pandang orang
pertama. Keenam, alur adalah urutan kejadian atau peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya sastra. Alur cerita di dalam novel Pulang
ini adalah alur campuran.
Ketujuh, amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembacanya. Amanat yang terkandung dalam novel ini yaitu: 1. Kita harus
berbakti kepada orang tua; 2. Lebih baik jujur walau kenyataan itu pahit
daripada terbelenggu oleh perasaan hati dan pikiran yang merasa bersalah; 3.
Jangan berbohong untuk menutupi sebuah pengkhianatan terhadap Bangsa sendiri;
4. Lebih baik hidup sederhana di kampung halaman daripada di negara lain penuh
dengan kemewahan tetapi memerangi negara sendiri. Unsur-unsur pembangun karya
sastra baik ekstrinsik maupun instrinsik sudah dijelaskan pada pembahasan yang
sebelumnya. Selanjutnya, berikut ini adalah sinopsis dari novel Pulang.
C. Sinopsis
Ironi Sosok Tamin dalam Novel
Toha Mohtar “Pulang”
Pulang mengisahkan seorang pemuda pribumi yang menjadi tentara Heiho,
yang memerangi bangsanya sendiri. Nama pemuda itu Tamin. Tujuh tahun lamanya
Tamin menjadi Heiho dan tinggal di Jepang. Kisah dimulai ketika si tokoh utama
Tamin berkeinginan pulang kembali ke Indonesia. Tamin sangat rindu pada
keluarga dan kampung halamannya. Selama ini, orang-orang di kampung halamannya
menganggap Tamin sebagai pahlawan gerilya yang telah berjuang membela bangsa
dan negaranya dari penjajah. Itulah sebabnya ketika Tamin datang, orang-orang
sekampung mengelu-elukannya. Padahal kenyataannya Tamin adalah seorang
pengkhianat bangsa. Tamin adalah seorang tentara penjajah yang melawan
negaranya sendiri. Hal inilah yang menggelisahkan hati Tamin saat ia pulang.
Bahkan orangtuanya sendiri tidak tahu bahwa ia adalah tentara Heiho.
Melihat kenyataan ini,
Tamin terpaksa berbohong ketika ia disuruh menceritakan pengalamannya bertempur
selama tujuh tahun. Ia mengarang cerita bagaimana bergerilya di hutan-hutan di
Jawa Barat dan bertempur melawan penjajahan Belanda. Betapa cerita bohong ini
menggelisahkan dan menyiksa perasaan Tamin. Lebih-lebih ketika dirinya diminta
untuk menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Karena tidak kuat mengingkari hati
nuraninya, Tamin diam-diam pergi meninggalkan desanya. Ia pergi mengembara.
Namun dalam pengembaraannya pun Tamin merasa tersiksa. Ia khawatir jika ada
orang yang tahu dan membocorkan keadaan dirinya yang sebenarnya kepada
orang-orang kampung halamannya. Suatu hari dalam pengembaraannya Tamin bertemu
dengan Pak Banji, seorang tetangga kampung halamannya. Dari cerita pak Banji,
Tamin baru tahu bahwa Ayahnya telah meninggal. Pak Banji juga mengabarkan bahwa
orang-orang sekampungnya mengharapkan ia pulang. Mereka sangat ingin
mendengarkan kisah perjuangan Tamin melawan penjajah.
Mendengar cerita Pak
Banji di satu sisi Tamin senang belum mengetahui jati dirinya yang sebenarnya.
Namun di sisi lain, ia sangat sedih karena ayahnya telah meninggal dunia.
Karena dua perasaan yang bercampur aduk itulah Tamin memutuskan untuk pulang ke
kampung halamannya. Ia bertekat untuk membangun kampung halamannya sebagai wujud
penyesalan karena telah melawan bangsanya sendiri. Dalam hati kecil ia
berkeyakinan bahwa sebenarnya dirinya tidak sepenuhnya bersalah ketika menjadi
tentara Heiho. Waktu itu ia sangat terpengaruh dengan propaganda Jepang dan
sekutunya. Dan tekatnya membangun kampungnya adalah manifestasi terhadap
kecintaannya kepada kampung halaman tercintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar